Masukkan keyword yang anda cari di sini

Kamis, 29 September 2016

PROGRAM KREATIFITAS MAHASISWA
PENCIPTAAN SUASANA MASYARAKAT BELAJAR
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MINAT BACA
BAGI MASYARAKAT
BIDANG KEGIATAN :
PKM Penulisan Ilmiah (PKMI)
Diusulkan oleh :
Ketua : WIDYASARI
04340017
2004/2005
Anggota : ARIF IRFAN F.
04340003
2004/2005
NURUL FARIDAH
05340067
2005/2006
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MALANG
2007
 
HALAMAN PENGESAHAN USULAN PKMI
1. Judul Kegiatan : Penciptaan Suasana Masyarakat Belajar
sebagai Upaya Peningkatan Minat Baca Bagi Masyarakat
2. Bidang Ilmu : Humaniora
3. Ketua Pelaksana Kegiatan/ Penulis Utama
a. Nama Lengkap : Widyasari
b. NIM : 04340017
c. Jurusan : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
d. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang
e. Alamat Rumah : Perum Landungsari Asri, Blok A 55, Dau, Malang.
f. No. Telp/ HP : 0341-462598/ 081333130955
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/ Penulis : dua orang.
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap : Dra. Hari Windu Asrini, M.Si.
b. NIP : 131 883 024
c. Alamat Rumah : Jln. Danau Sentani Dalam VII Perumnas Asabri
H1 L7 Sawojajar Malang.
d. No. Telp/ HP : 0341-711076/ 081 331 360 858
Malang, 26 Pebruari 2007
Menyetujui
Ketua Jurusan
(Dra. Daroe Iswatiningsih, M.Si)
NIP. 131 885 455
Penulis Utama,
(Widyasari)
NIM. 04340017
Pembantu Rektor III,
(Drs. Joko Widodo, M.Si.)
NIP UMM. 104 861 10039
Dosen Pendamping,
(Dra. Hari Windu Asrini, M.Si.)
NIP. 131 883 024
LEMBAR PENGESAHAN
SUMBER PENULISAN ILMIAH PKMI
1. Judul yang diajukan : Penciptaan Suasana Masyarakat belajar sebagai Upaya Peningkatan Minat Baca Bagi Masyarakat
2. Sumber Penulisan :
( ) Kegiatan Praktek Lapangan/ Kerja dan sejenisnya, KKN, Magang, Kegiatan Kewirausahaan (pilih salah satu), dengan keterangan lengkap :
___________________________________________________________
( X ) Kegiatan Ilmiah lainnya (sebutkan) dengan keterangan lengkap :
Penelitian untuk memenuhi tugas akhir semeter 3, mata kuliah Pengembangan Peserta Didik dibimbing oleh Drs. Jarot Sugiantoro, M.Si. selaku dosen pengampu mata kuliah.
Nama Penulis : Arif Irfan Fauzi dan Widyasari
Tahun tulisan : 2005
Judul tulisan : Memasyarakatkan Belajar dan Membelajarkan
Masyarakat
Tempat : Malang
Keterangan ini kami buat dengan sebenarnya.
Malang, 26 Pebruari 2007
Mengetahui
Ketua Jurusan
(Dra. Daroe Iswatiningsih, M.Si)
NIP. 131 885 455
Penulis Utama,
(Widyasari)
NIM. 04340017
PENCIPTAAN SUASANA MASYARAKAT BELAJAR
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN MINAT BACA
BAGI MASYARAKAT
Widyasari, Arif Irfan Fauzi, Nurul Faridah
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Muhammadiyah Malang
ABSTRAK
Untuk mewujudkan dan menyukseskan serta melaksanakan visi dan misi pembangunan nasional, maka diperluhkan adanya SDM yang berkualitas yaitu manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat, yang berpotensi untuk mengelolah kekayaan alam bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan masyarakat dunia. Untuk mewujudkan SDM yang berkualitas dibutuhkan adanya upaya penciptaan suasana masyarakat belajar. Penciptaan suasana masyarakat belajar yang kondusif sangat mempengaruhi pelaksanaan dan perwujudan visi dan misi pembangunan nasional.
Upaya penciptaan masyarakat belajar adalah tanggung jawab semua pihak, mulai dari orangtua, masyarakat, guru, pihak sekolah dan sebagainya. Untuk mendukung upaya tersebut perlu penulis mengusulkan diadakannya (1) memberdayakan masyarakat dalam pendidikan, (2) mereformasi perpustakaan yang mencangkup digitalisasi perpustakaan, perpustakaan maya, dan perpustakaan keliling,(3) pengadaan rumah baca, dan (4) penyebaran bookled dan tabloid serta program e-learning.
Peran SDM yang handal dalam menyukseskan pembangunan nasional sangatlah besar sekali. Mereka yang menguasai ilmu dapat dipastikan akan menjadi aset yang diharapkan bisa meningkatkan daya saing bangsa.
Kata kunci : masyarakat belajar, pembelajaran, ilmu pengetahuan, daya saing bangsa.
PENDAHULUAN
Arus globalisasi yang melanda dunia, memaksa masyarakat untuk bersaing antara satu dengan yang lainnya. Persaingan ini menuntut adanya potensi dalam diri masing-masing individu yang berpartisipasi dalam era globalisasi.
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dengan segala kelebihan dan kekurangannya ikut terseret dalam era pasar bebas. Kekayaan alam yang melimpah merupakan nilai tambah bagi Indonesia dalam upaya menyukseskan pembangunan nasional dan berperan dalam persaingan kelas dunia. Namun, kekayaan alam yang melimpah tanpa adanya kualitas sumber daya manusia yang baik belum cukup bagi upaya dalam penciptaan pembangunan
berkelanjutan dan mengantarkan Indonesia dalam persaingan dunia. Oleh karena itu, masyarakat dituntut agar mampu menghadapi persaingan yang makin kompetitif, baik di dalam maupun di luar. Salah satu cara untuk mengantisipasi persaingan yang makin kompetitif tersebut adalah melalui peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.
Salah satu penyebab rendahnya SDM di negara kita adalah kurangnya minat belajar masyarakat. Awal masuknya ilmu pengetahuan adalah dengan membaca, oleh karena itu penumbuhkembangan kegiatan membaca perlu digalakkan. Ketika masyarakat kita sudah jauh dari budaya belajar dapat dipastikan kebodohan akan semakin meluas.
Dalam sebuah penelitian berkenaan dengan pemahaman makna kata, masyarakat kita mengidentifikasi belajar sebagai kegiatan membaca, menulis dan berhitung (Fauzi, 2005). Selanjutnya, dalam penelitian tersebut juga diutarakan tentang aspek-aspek yang menyebabkan kurangnya minat belajar oleh masyarakat. Hasilnya ditemukan empat aspek yaitu, (1) kurangnya kesadaran pentingnya belajar, (2) keterbatasan dana sehingga tidak bisa mencari sumber belajar, (3) keterbatasan waktu –ada pekerjaan yang lebih diprioritaskan, (4) suasana yang kurang kondusif, dan (5) kurangnya sarana belajar.
Dalam tulisan ini, penulis memberikan usulan-usulan yang bisa digunakan untuk meningkatkan minat baca, bukan hanya di kalangan pelajar dan mahasiswa akan tetapi juga diperuntukkan bagi masyarakat pasca sekolah. Ini sesuai dengan konsep long live education yang telah dicanagkan tetapi masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya.
Penulis mengusulkan penciptaan masyarakat belajar dimulai dari lingkungan si belajar (keluarga, sekolah, dan masyarakat), selain itu perlu dikembangkan sarana-sarana yang mendukung kegiatan pembelajaran seperti perpustakaan digital, perpustakaan keliling, rumah baca, penyebaran informasi melalui bookled dan tabloid, serta pembelajaran melalui media elektronik (e-learning).
Dengan adanya tulisan ini diharapkan menjadi sumbangsih penulis dalam rangka upaya mewujudkan masyarakat belajar dan membelajarkan masyarakat yang pada akhirnya tumbuh budaya baca di masyarakat. Hal ini tentunya akan berpengaruh baik terhadap peningkatan mutu sumber daya manusia di Indonesia.
Redefinisi Pendidikan Nasional
Di dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan tujuan terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu upaya mencerdaskan kehidyupan bangsa adalah melaluyi proses pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin, 2003:10).
Notonagoro (dalam Parsono,1990:1-39) mendefinisikan pendidikan nasional sebagai suatu sistem pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup suatu bangsa dan tujuannya bersifat mengabdi kepada kepentingan dan cita-cita nasional bangsa tersebut.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan nasional merupakan teori dan praktek pendidikan suatu negara yang berlandaskan filsafat bangsa guna diabdikan kepada bangsa dan negara yang bersangkutan untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Tilaar (2000:20) berpendapat dalam rangka meredefinisi pendidikan nasional ada tiga hal yang perlu dikaji kembali yaitu: (1) pendidikan tidak dapat dibatasi hanya schooling, (2) pendidikan bukan hanya mengembangkan potensi intelegensi akademik, dan (3) pendidikan bertujuan membuat manusia berbudaya. Dari pendapat tersebut maka dapat dikatakan bahwa proses pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses hominisasi dan humanisasi seseorang yang berlangsung di dalam lingkungan hidup keluarga dan masyarakat yang berbudaya.
Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan nasional adalah membangun kualitas manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu dapat meningkatkan kebudayaan dengan-Nya, sebagai warga negara yang berjiwa Pancasila mempunyai semangat dan kesadaran yang tinggi, berbudi pekerti yang luhur, dan berkepribadian yang kuat, cerdas, trampil, dapat mengembangkan dan menyuburkan sikap demokrasi, dapat memelihara hubungan yang baik antara sesama manusia dan dengan lingkungannya, sehat jasmani, mampu
mengembangkan daya estetik, berkesanggupan untuk membangun diri dan masyarakatnya (Suryosubroto, 1983: 18-20).
Dalam setiap aktifitas manusia, baik disadari maupun tidak, baik langsung maupun tidak langsung terjadi suatu proses belajar-mengajar. Cronbach dalam Sardiman (1995: 22), memberikan definisi belajar sebagai berikut “learning is shown by a change in behaviour as a result of experience.”
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pendidikan
Hak dan kewajiban warga negara, orangtua, masyarakat dan pemerintah dalam rangka menyukseskan pendidikan tertuang dalam bab IV undang-undang nomor 20 tahun 2003. Dalam pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa, “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan (Undang-undang Sisdiknas).” Ini berarti tidak ada penghalang bagi setiap warga negara Indonesia untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan diperuntukkan bagi siapa saja, tidak mengenal jenis kelamin, usia, maupun status sosial.
Selanjutnya dalam pasal 6 ayat 2 berbunyi “Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan (Undang-Undang Sisdiknas).” Pada pasal ini tertuang kewajiban warga negara dalam keberlangsungan pendidikan. Masih di bab yang sama, dalam pasal 7 disebutkan berkenaan dengan hak dan kewajiban orangtua terhadap pendidikan khususnya anak mereka yang dalam usia wajib belajar.
Terkait dengan peran serta masyarakat dalam pendidikan telah diatur dalam bab XV pasal 54 ayat 1 yang berbunyi “Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraaan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan (Undang-Undang Sisdiknas).”
Tilaar (1997:237-240) membatasi ciri-ciri masyarakat yang berpartisipasi (Participating Society) dalam pendidikan sebatas masyarakat yang produktif, sadar akan hak-hak dan kewajibannya, sadar hukum dan bertekad untuk mandiri. Lebih jauh lagi, ia menjabarkan karakteristik participating society adalah (1) masyarakat yang kritis, (2) mampu berdiri sendiri, (3) masyarakat yang mau berkarya.
Peran serta masyarakat yang lebih kongkrit dalam pendidikan disebutkan dalam pasal 55 ayat 1 yang berbunyi “Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial dan budaya untuk kepentingan masyarakat (Undang-Undang Sisdiknas).” Berkenaan dengan teknisnya disebutkan dalam ayat 2, 3, dan 4.
Minat dan Budaya Baca
Minat baca dapat diartikan kecenderungan hati yang tinggi seseorang terhadap sesuatu sumberbacaan tertentu. Sedangkan budaya baca adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan (Sutarno, 2003:19).
Pendorong bangkitnya minat baca ialah kemampuan membaca, dan pendorong bagi berseminya budaya baca adalah kebiasaan membaca, sedangkan kebiasaan membaca terpelihara dengan tersedianya bahan baca yang baik, menarik, memadahi, baik jenis, jumlah maupun mutunya(Sutarno, 2003:20).
Terdapat lima faktor yang mampu mendorong bangkitnya minat baca masyarakat. Faktor-faktor tersebut adalah: (1) Rasa ingin tahu yang tinggi atas fakta, teori, prinsip, pengetahuan, dan rasa informasi, (2) keadaan lingkungan fisik yang memadai, dalam artian tersedianya bahan baca yang menarik, berkualitas, dan beragam, (3) keadaan lingkungan sosial yang kondusif, maksudnya iklim yang selalu dimanfaatkan dalam waktu tertentu untuk membaca, (4) rasa haus informasi, rasa ingin tahu, terutama yang aktual, (5) berprinsip bahwa membaca adalah suatu kebutuhan rohani. (Sutarno, 2003).
Konsep Perpustakaan Modern
Perpustakaan sekolah hendaknya menyediakan buku-buku yang dibutuhkan/diminati siswa sesuai dengan gejolak/perkembangan jiwa remaja, asal isi buku-buku tersebut mendidik. Josette Frank berpendapat anak-anak biasanya lebih senang membaca dari suatu buku yang telah membuatnya bahagia (Sulistyowati, http://www.pikiran rakyat.com).
Seiring dengan perkembangan informasi maka bentuk-bentuk informasi tidak hanya terbatas pada tulisan dalam buku, akan tetapi bisa berupa gambar, animasi, audio, bahkan video. Dalam menyiasati hal tersebut dibutuhkan suatu media penyimpanan yang lebih cepat seperti kaset, video film, slide dan sebagainya. Penggunaan media baru ini dikarenakan efisiensi dan kemudahan dalam pencarian kembali informasi yang telah diakses.
Konsep kepemilikan informasi yang tadinya ditekankan pada penyediaan gedung serta koleksi selengkap mungkin, tak lagi mungkin untuk dipenuhi, padahal informasi memang tersedia, terus berkembang dan dibutuhkan bagi pembentukan masyarakat belajar (Rahardjo, http://www.virtual-library.org).
Di sisi yang lain, masalah melimpahnya informasi, kompleksitas dalam penggunaan teknologi informasi, media informasi serta alat penelusuran mau tak mau juga menuntut perpustakaan untuk menjalankan peran lebih sebagai pilot atau penunjuk jalan.
Metodologi Penulisan
Penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitatif diartikan sebagai metode yang mendeskripsikan makna dan data yang ditangkap oleh penulis dengan menunjukkan buktinya. Metode ini juga dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau
sebagaimana adanya. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif ini, diharapkan karya tulis ini memperoleh hasil analisis yang berupa deskriptif objektif tentang penciptaan masyarakat belajar.
PEMBAHASAN
Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Semua golongan masyarakat memiliki kesamaan hak untuk mendapatkan pendidikan. Tidak perduli dari strata rendah maupun tinggi, tidak ada penggolongan gender, maupun usia. Kesempatan untuk belajar yang ada hendaknya dimanfaatkan oleh setiap orang, agar mendapatkan hasil yang maksimal. Untuk itu perlu diciptakan suasana-suasana yang mendukung proses pembelajaran tersebut.
Maraknya pendidikan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi merupakan indikasi bahwa adanya peningkatan dalam hal pelayanan pendidikan.. Konsekuensi logis yang diemban oleh masyarakat adalah mereka dipaksa untuk mendukung penciptaan masyarakat belajar bahkan juga terlibat di dalamnya secara aktif. Pandangan masyarakat tentang cara mendapatkan ilmu haruslah diubah. Ilmu tidak hanya didapat melalui pendidikan formal melainkan juga melalui pendidikan nonformal. Jadi tidak hanya mereka yang bersekolah yang perlu belajar, tetapi semua golongan masyarakat. Tentu dengan porsi dan cara yang berbeda. Minimal mereka bisa mendukung kegiatan belajar.
Sarana belajar yang ada dalam proses pembelajaran perlu di optimalkan penggunaannya. Tidak hanya diperuntukkan kepada mereka yang duduk di bangku sekolah tetapi juga kepada masyarakat luas. Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu adalah hajat hidup orang banyak, maka setiap orang berhak mendapat perlakuan yang sama untuk mendapatkan ilmu.
Peran Serta Orang tua, Guru, dan Masyarakat dalam Penciptaan Masyarakat Belajar
Semua warga negara Indonesia bertanggung jawab terhadap program penciptaan masyarakat belajar. Maksudnya setiap orang memiliki beban dan tanggung jawab yang sama guna menciptakan masyarakat belajar. Yang membedakan adalah porsinya, sesuai dengan kedudukan kita dalam masyarakat.
Begitu pentingnya perilaku belajar bagi keberlangsungan bangsa ini menyebabkan semua orang bertanggung jawab atasnya. Sebagai bagian dari negara ini, kita dituntut untuk mendukung suksesnya kegiatan belajar, minimal dengan cara mendukung penciptaan suasana belajar.
Untuk menumbuhkembangkan minat baca siswa, peran orang tua, guru, sekolah, masyarakat, pemerintah sangat dibutuhkan Orang tua dapat menjadi contoh di rumah dengan membiasakan membaca apa saja (koran, majalah, tabloid, buku, dan sebagainya.) menyediakan bahan-bahan bacaan yang menarik dan mendidik atau dengan membuat perpustakaan mini di rumah, mengajak anak berkunjung ke pameran buku sesering mungkin, memasukkan anaknya ke lembaga kajian keilmuan, les maupun menjadi anggota perpustakaan.
Orang tua juga dianjurkan menjadwal aktifitas anak sehari-hari. Pada saat anak belajar, maka orang tua dianjurkan menemani atau minimal mendukungnya dengan tidak mengganggu. Misalnya tidak menyalakan televisi maupun melakukan aktifitas yang dapat memalingkan anak dari kegiatan belajar. Apabila diperlukan orang tua bisa mengajak anaknya diskusi tentang topik yang dipelajari anak.
Guru dapat mengajak siswa untuk membaca/ menelaah buku-buku yang menarik di perpustakaan, dan memberi tugas yang sumbernya dicari di perpustakaan. Guru dapat pula mewajibkan siswa membaca satu buah buku setiap minggu, dan orangtua wajib menandatangani laporannya. Perlu dicatat bahwa teori yang mengatakan guru adalah satu-satunya sumber ilmu sudah tidak berlaku lagi. Sekarang guru lebih berfungsi sebagai kompas bagi anak untuk mendapatkan ilmu. Guru bisa menugaskan siswa mencari sesuatu pengetahuan bebas dimana saja bisa di perpustakaan, taman baca, televisi, wawancara dengan orang yang berkompeten dan sebagainya. Intinya guru berusaha agar anak didik mereka bisa memanfaatkan media-media yang ada dalam angka pengembangan potensi yang ada di dalam diri mereka.
Masyarakat pun dapat berperan aktif menumbuhkan minat baca dengan mendirikan klub/ forum membaca, seperti rumah baca, pondok baca, sanggar belajar, dan sebagainya. Bahkan untuk menunjukkan kenyamanan dan kenikmatan dalam membaca buku, bisa juga menyediakan buku di tempat-tempat umum seperti kafe, stasiun, terminal dan sebagainya. Ini adalah implementasi Bab XV pasal 54 Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 yang berisi tentang partisipasi masyarakat dalam pendidikan.
Masyarat juga dapat mendukung program masyarakat belajar dengan menghormati jam belajar bagi siswa. Misal antara pukul tujuh pagi sampai pukul
satu siang dan pukul enam sore sampai pukul delapan malam, masyarakat menciptakan suasana yang kondusif untuk memudahkan para siswa menyerap ilmu. Tidak menciptakan kegaduhan, atau membuat kegiatan yang bisa memalingkan anak dari aktifitas belajar.
Sekolah dapat menumbuhkan minat baca siswa dengan menjadikan perpustakaan bersifat aktif dan kondusif. Perpustakaan sekolah dapat mengadakan klab baca, hari baca, wajib baca, jam baca dalam satu minggu, promosi, iklan, resensi buku, telling story, lomba (membuat cerpen, puisi, resensi buku, dan sebagainya).
Untuk merangsang siswa agar rajin mengunjungi perpustakaan dan meminjam buku, perpustakaan sekolah dapat pula memberikan semacam penghargaan atau hadiah kepada pengunjung/peminjam buku paling rajin yang diadakan tiap semester atau tiap tahun (Sulistyowati, http://www.pikiran rakyat.com).
Inti permasalahan dalam penciptaan masyarakat belajar adalah terletak pada kesadaran pada masing-masing individu. Apabila mereka menyadari betapa pentingnya belajar terhadap intelegensi siswa maka dengan sendirinya mereka akan ikut proaktif dalam penciptaan masyarakat belajar.
Efektifitas Reformasi Perpustakaan dalam Penciptaan Masyarakat Belajar
Perpustakaan konfensional yang ada sekarang hendaknya perlu mengaktualisasikan diri agar tidak kehilangan pengunjung. Mereka harus mampu menjawab kebutuhan pembaca akan buku. Oleh karena itu perpustakaan selain memuat buku-buku pelajaran, juga hendaknya memuat buku-buku yang digemari siswa (remaja) masa kini. Selain itu untuk meningkatkan kenyamanan membaca dan agar siswa betah di perpustakaan, perpustakaan boleh memperdengarkan musik yang lembut.
Peran pustakawan sekolah berbeda dengan pustakawan umum. Pustakawan sekolah hendaknya memiliki wawasan kependidikan, yaitu dalam mengelola perpustakaan lebih diarahkan kepada fungsi kependidikan. Pustakawan sekolah tidak hanya mengerjakan tugas "standar" seperti akuisisi, klasifikasi, membuat katalog/kartu indeks, labeling, tetapi juga dapat memahami keinginan pengunjung atau mengerti psikologi siswa.
Perpustakaan sekolah hendaknya menyediakan buku-buku yang dibutuhkan/ diminati siswa sesuai dengan gejolak/ perkembangan jiwa remaja, asal isi buku-buku tersebut mendidik. Josette Frank dalam Sulistyowati berpendapat anak-anak biasanya lebih senang membaca dari suatu buku yang telah membuatnya bahagia (Sulistyowati, http://www.pikiran rakyat.com).
Ketika minat membaca, yang dimulai pada usia muda, diharapkan dapat berkembang menjadi suatu kebutuhan (kesenangan) sehingga akan terbentuk siswa yang berkualitas dan berdaya saing atau berkompeten. Kemudahan mendapatkan beragam buku kini bukan lagi menjadi persoalan. Beragam komponen industri perbukuan, mulai dari penerbit, distribusi, hingga para penjual telah terbentuk sedemikian rupa hingga memudahkan konsumen mendapatkan semua keinginannya.
Pengembangan Perpustakaan Digital (Modernisasi Perpustakaan)
Konsep kepemilikan informasi yang tadinya ditekankan pada penyediaan gedung serta koleksi selengkap mungkin, tak lagi mungkin untuk dipenuhi, padahal informasi memang tersedia, terus berkembang dan dibutuhkan bagi pembentukan masyarakat belajar (Rahardjo, http://www.virtual-library.org). Di sinilah perpustakaan mulai dituntut untuk menjalankan peranan sebagai mediator informasi. Akses ke informasi seluas mungkin dari mana saja dan kapan saja menjadi lebih penting dari kepemilikan.
Koleksi tak perlu tersedia di perpustakaan secara fisik, tetapi dapat diperoleh ketika dibutuhkan. Dalam peranannya sebagai mediator ini, perpustakaan dituntut untuk menyediakan hubungan-hubungan dengan para ahli ataupun pusat-pusat informasi dengan cara mencari, mengumpulkan, bekerjasama, baik secara gratis maupun berlangganan pangkalan data yang sesuai agar dapat diakses oleh pengguna dari mana saja dan kapan saja secara fleksibel. Penyediaan sarana jaringan maupun terminal komputer menjadi suatu kebutuhan dalam memberikan layanan pada suatu institusi secara fleksibel. Layanan dapat saja diberikan tanpa batasan tempat, waktu ataupun golongan pengguna, bahkan dapat diberikan secara customized.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi maupun jumlah informasi, makin berkembang pula jenis informasi maupun media untuk
menyimpan informasi. Pada masa lalu masyarakat mengenal informasi yang dituangkan dan diperoleh dalam bentuk teks yang cukup tersimpan dalam bentuk/media cetakan. Seiring dengan perkembangan, informasi dalam bentuk-bentuk lain seperti grafis/ gambar, suara, animasi maupun video mulai dikembangkan. Informasi-informasi jenis ini tentunya memerlukan media penyimpanan lain yang lebih tepat, seperti kaset, video, film, slide dan sebagainya.
Virtual Library (Perpustakaan Maya), Jawaban Atas Pesatnya Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Perpustakaan Maya merupakan sebuah perpustakaan atau suatu jaringan dari beberapa perpustakaan yang menghubungkan sumber informasi dan layanan dengan pengguna serta memberikan kesempatan untuk dapat diakses dari mana saja dan oleh siapa saja. Koleksi, layanan maupun pengguna dapat saja tersebar atau terpisah oleh jarak dan waktu, namun tetap dapat terhubung satu sama lain dengan memanfaatkan jaringan antar perpustakaan dan teknologi informasi .
Melalui pembentukan jaringan Perpustakaan Maya, perpustakaan dapat menyediakan akses informasi yang lebih luas dan terbuka dalam hal jenis, bentuk dan jangkauan layanan serta hubungan yang lebih cepat antar perpustakaan anggota jaringan, antara jasa layanan sumber informasi dengan jaringan informasi global yang ada. Dengan adanya jaringan ini perpustakaan dapat menawarkan layanan informasi dalam bentuk yang baru dan inovatif, mengurangi biaya penulusuran serta penyebaran informasi, sekaligus meningkatkan efisiensi dan produktivitas dari jasa layanan informasi perpustakaan itu sendiri.
Faktor yang mendorong berkembangnya jenis media penyimpanan informasi adalah efisiensi dan kemudahan dalam pencariannya kembali. Informasi atau publikasi, baik dalam bentuk teks, gambar, suara atau bahkan gabungan dari berbagai informasi (multimedia) mulai disimpan dalam bentuk digital seperti CD-Rom ataupun web di internet. Selain istilah-istilah di atas, istilah lain yang banyak dipakai adalah Bookless Library yang menunjuk kepada perpustakaan yang memiliki koleksi mayoritas dalam bentuk digital/elektronik (Rahardjo, http://www.virtual-library.org).
Di lain pihak, dari beberapa definisi, istilah Bahasa Inggris "Virtual" mempunyai arti tak nyata, maya atau ilusi tetapi merupakan representasi dari sesuatu yang nyata, atau dapat juga diartikan sebagai sesuatu kondisi yang tanpa kendala dan batas .
Dengan dimanfaatkannya teknologi informasi baik dalam bidang komputer, telekomunikasi maupun internet, baik dalam pengelolaan kegiatan, penyimpanan koleksi maupun penyajian layanan, dapat saja sebuah perpustakaan tidak harus dibatasi oleh adanya sebuah bangunan yang harus didatangi secara fisik layanan informasi dapat tetap diberikan dalam bentuk apa saja, kapan saja dan di mana saja melalui sarana teknologi informasi. Bentuk perpustakaan seperti inilah yang disebut sebagai Virtual Library atau Perpustakaan Maya yang tetap ada walau tidak nampak secara fisik. Dalam hal ini tidak nampak pula apakah perpustakaan terdiri dari satu perpustakaan atau gabungan dari beberapa perpustakaan.
Peluang Perpustakaan Keliling sebagai pembangkit Minat Baca Masyarakat
Perpustakaan keliling merupakan sebuah perpustakaan yang ditempatkan dalam sebuah kendaraan yang mendatangi pembaca atau sekedar ingin menarik minat baca. Dengan adanya perpustakaan keliling, ibu-ibu yang sedang tidak berkegiatan di rumah bisa sejenak keluar dan membaca buku-buku yang mereka sukai. Bisa berupa resep masakan, majalah wanita, koran, atau bahkan buku-buku ilmu pengetahuan umum. Pasar dari perpustakaan keliling sebenarnya tidak terbatas pada kaum ibu saja, tetapi lebih luas kepada masyarakat luas yang tidak mempunyai waktu berkunjung ke perpustakaan.
Bisa juga perpustakaan keliling mendatangi objek-objek wisata, alun-alun, maupun tempat umum lainnya. Intinya tujuan diadakan perpustakaan keliling ini adalah, dimanapun seseorang itu singgah maka disitu ada buku. Diharapkan dengan kemudahan akses mendapatkan bacaan maka minat baca masyarakat dapat bertambah. Mereka tidak usah repot-repot membeli buku, tinggal datang ke perpustakaan ini, mendaftar lalu bisa membaca buku yang disediakan.
Pengaturan dan penjadwalan perpustakaan keliling dapat diatur sesuaidengan kondisi dan situasi masyarakat setempat. Dalam hal ini penulis mempunyai gagasan bahwa tidak setiap hari perpustakaan keliling singgah di tempat yang sama. Akan tetapi perlu adanya penjadwalan, maksudnya pada
tanggal sekian dan sekian maka perpustakaan ini akan berada di alun-alun, tanggal berikutnya akan berada di jalan ”A” dan seterusnya.
Pada perpustakaan keliling, tentu saja pembaca tidak bisa membawa pulang buku-buku yang mereka pinjam. Buku-buku tersebut hanya bisa di baca di tempat. Untuk itu pengelola haruslah cerdik, maksudnya bisa memikirkan bagaimana pembaca bisa membaca dengan nyaman. Mereka bisa membawa beberapa kursi, meja, karpet, atau apa saja yang bisa mempernyaman pembaca.
Dikarenakan waktu yang terbatas, baik dari pembaca maupun dari perpustakaan itu sendiri, maka bisa jadi pembaca belum puas dalam membaca akan tetapi mereka harus kembali beraktifitas atau perpustakaannya sudah akan ditutup. Untuk menyiasatinya maka pengurus perpustakaan dapat memberitahukan kepada pembaca bahwa mereka bisa membaca atau bahkan meminjam buku tersebut ke perpustakaan umum yang ditunjuk. Perpustakaan umum yang dimaksud bisa berupa perpustakaan kota, perpustakaan pribadi, perpustakaan sekolah, maupun perpustakaan penyelenggara program perpustakaan keliling ini. Sehingga bisa dikatakan bahwa dengan adanya perpustakaan keliling bisa menggiring pembaca ke perpustakaan konvensional yaitu dengan menumbuhkan perasaan suspence dan foreshedoing (pembayangan bacaan selanjutnya dan bertanya-tanya kelanjutannya) kepada pembaca.
Adanya perpustakaan keliling memang diperuntukkan bagi mereka masyarakat golongan bawah, walaupun tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang berasal dari strata menengah bahkan atas. Fungsi pokok dari perustakaan keliling ini adalah memasyarakatkan buku sebagai upaya peningkatan minat baca masyarakat guna menciptakan suasana masyarakat belajar. Selain itu, bisa digunakan sebagai promosi buku di perpustakaan umum.
Peran Rumah Baca sebagai Media Pembelajaran bagi Masyarakat
Perlahan tapi pasti minat baca-tulis masyarakat Indonesia sudah mulai tumbuh. Sayangnya, pertumbuhan baca-tulis itu tak didukung akses dan fasilitas untuk memperlancar aktifitas tersebut. Tak heran, bila hingga saat ini jarak antara masyarakat terutama kelas bawah dengan ilmu pengetahuan masih sangat jauh.
Kebutuhan ilmu pengetahuan seseorang tidak hanya terbatas ketika mereka bersekolah. Saat bermain, bepergian, makan malam di kafe dan
sebagainya terkadang muncul keinginan untuk mengetahui sesuatu. Oleh karena itu keberadaan rumah baca perlu ditumbuhkembangkan. Masyarakat bisa mendapatkan hal baru yang tidak diduga-duga sebelumnya. Kesenangan mereka akan lebih memotifasi untuk lebih banyak membaca, banyak belajar, dan banyak mencari ilmu pengetahuan. Buku yang dimaksud tentunya bukanlah ilmu pengetahuan murni yang berisi teori-teori yang menmbutuhkan banyak pemikiran, akan tetapi yang sudah dibungkus dengan humor, permainan, tips dan sebagainya.
Selain itu keberadaan taman baca akan membantu masyarakat strata bawah karena mereka bisa mendapatkan informasi, pengetahuan, dan sebagainya dengan cara yang murah, bahkan gratis. Untuk pergi ke toko buku ataupun meminjam buku di perpustakaan mereka enggan sebab tidak adanya anggaran yang mencukupi untuk membeli buku atau waktu mereka yang hanya digunakan untuk bekerja. Akan tetapi dengan keberadaan taman baca tentu mereka tidak usah berpikir panjang untuk mendapat sesuatu yang berharga. Seorang tukang becak misalnya sambul menunggu penumpang ia bisa meminjam buku ke taman baca. Seperti kita ketahui bersama bahwa kesempatan mendapatkan ilmu bukan hanya hak orang mampu saja, akan tetapi hak semua warga negara tanpa terkecuali.
Komposisi taman baca bukan hanya berupa buku-buku, kamus, dan sebagainya. Sebenarnya bila kita membicarakan isi dari taman baca sangatlah tergantung dari pasar yang akan kita sentuh. Ketika kebutuhan mereka berupa masalah perekonomian maka buku-buku yang berkenaan dengan ekonomi harus kita maksimalkan. Ketika mereka menyukai humor maka ilmu pengetahuan perlu kita bungkus dengan humor-humor segar. Hal ini bukan berarti buku-buku lain dinafikan, buku-buku yang kurang diminati perlu kita pajang sebagai pelengkap galeri. Boleh jadi ketika mereka sudah bosan dengan suatu topik akan mencoba mengalihkan ke topic lain. Atau mungkin ada pengunjung yang bukan dari golongan masyarakat setempat.
Intinya sebisa mungkin buku-buku yang ada lengkap, berisi ilmu pengetahuan yang dibungkus dengan gaya bahasa human interest, dan tidak menjemukan. Ini akan menimbulkan harapan meningkatnya minat baca di kalangan masyarakat strata bawah yang akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia mereka.
Pengaruh Penyebaran Bukled dan Tabloid terhadap Peningkatan Minat Baca Masyarakat
Penyebaran bokled dan tabloid dapat dilakukan oleh siapa saja asal diikuti rasa tanggung jawab. Ini bisa berisi pengetahuan ringan, tips, info aktual, dan sebagainya. Sasaran kegiatan ini adalah masyarakat golongan bawah yang tentu kesulitan memperoleh informasi. Kesan edukatif haruslah diutamakan, memang tujuan utama dari kegiatan ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan issu aktual yang terjadi, bagaimana menyikapinya, dan apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat dalam menghadapi hal tesebut. Akan tetapi perlu diingat, dalam tulisan yang ada hendaknya perlu dihindari kesan profokatif sehigga akan menimbulkan gejolak di masyarakat.
Bokled dan tabloid diberikan secara cuma-cuma, oleh karena itu sangat memungkinkan memasang beberapa sponsor sebagai penyokong pendanaan. Melalui hal ini berarti kita melibatkan kalangan pengusaha dalam mensukseskan program masyarakat belajar. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pendidikan merupakan tanggug jawab kita bersama. Dalam konteks ini telah terjadi hubungan mutualisme yaitu, pengusaha bisa mempromosikan usahanya dan penyebar bokled maupun tabloid bisa menggunakan dana yang ada untuk biaya-biaya percetakan dan sebagainya. Akan tetapi yang lebih penting yaitu tujuan kegiatan ini tercapai yaitu mencerdaskan masyarakat
KESIMPULAN
a. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjaga kelangsungan pendidikan di Indonesia.
b. Minimnya minat baca pada masyarakat kita haruslah segera diberantas. Berkenaan dengan hal ini penulis mengusulkan beberapa cara yang dapat digunakan yaitu: peran serta orang tua, masyarakat, guru, pihak sekolah, diadakannya reformasi perpustakaan, perpustakaan maya, perpustakaan keliling, rumah baca, penyebaran bookled dan tabloid serta program e-learning.
c. Peran serta lingkungan (keluarga, masyarakat, sekolah) mempunyai andil banyak dalam penciptaan masyarakat belajar. Peran mereka dalam menciptakan suasana yang kondusif sangat diperlukan.
SARAN
Setelah mengetahui beberapa langkah yang dapat menjadi alternatif pemecahan masalah masalah rendahnya minat baca, maka penulis menyarankan :
a. Kebiasaan membaca adalah kebiasaan yang baik, terlebih ketika kita sudah mempunyai budaya baca. Oleh karena itu hendaknya kita menanamkan kebiasaan baca mulai dari diri kita sendiri.
b. Masyarakat diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif sebagai peran serta mendukung penciptaan masyarakat belajar.
c. Menambah jumlah sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan membaca bagi masyarakat.
d. Pemerataan sarana belajar sampai dengan pelosok-pelosok desa, sehingga konsep setiap warga negara memperoleh hak yang sama dalam proses pembelajaran dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, Arif Irfan.2005. Kemampuan Memahami Makna Kata pada Anak Bilingual Usia Tujuh Tahun. Malang. (tidak dicetak).
Parsono, dkk. 1990. Landasan Kependidikan. Jakarta: Karunia
Sutarno. N.S. 2003. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Suryosubroto, 1983. Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: PT Bina Aksara.
Sardiman, (tanpa tahun). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Press.
Slamet. 2005. Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Keuangan Republik Indonesia.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tilaar, H.A.R, 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Tilaar, H.A.R, 1997. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi: Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia (Grasindo).
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, 1998. Pengantar Dasar-dasar Kependidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Nurkolis. 2002.Reformasi Kebijakan Pendidikan Luar Biasa. http://www.artikel pendidikan/network (diakses 29 Januari 2006).
Rahardjo, Arlinah I.(tanpa tahun) Proyek Jaringan Virtual Perpustakaan Universitas Kristen di Indonesia: InCU-VL. http://www.virtual-library.org (diakses 29 Januari 2006).
Sulistyowati.2004.KBK dan Minat Baca. http://www.pikiran rakyat.com (diakses 29 Januari 2006).
(Editor). 2004. Televisi dan Pendidikan. http://www.pendidikan.tv/index.html. (diakses 29 Januari 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar