KISAH UMAR BIN KHATTAB MENGHUKUM PUTRANYA HINGGA MATI
Sebagai seorang Khalifah, Umar bin Khattab
terkenal sangat tegas dan tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk
pelanggaran. Dia menghukum semua pelaku pelanggaran tanpa pandang bulu,
termasuk putranya sendiri, Abdurrahman.Abdurrahman merupakan salah satu putra Umar yang tinggal di Mesir. Dia telah melakukan pelanggaran dengan meminum khamr bersama dengan temannya hingga mabuk.
Abdurrahman kemudian menghadap ke Gubernur Mesir waktu itu, Amr bin Ash, meminta agar dihukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Amr bin Ash pun menghukum Abdurahman dan temannya dengan hukuman cambuk.
Tetapi, Amr bin Ash ternyata memberikan perlakuan yang berbeda. Jika teman Abdurrahman dihukum di hadapan umum, maka si putra Khalifah ini dihukum di ruang tengah rumahnya.
Umar bin Khattab pun mendengar kabar itu. Dia kemudian mengirim surat kepada Amr bin Ash agar memerintahkan Abdurrahman kembali ke Madinah dengan membungkuk, dengan maksud agar si anak dapat merasakan bagaimana menempuh perjalanan dengan kondisi yang sulit.
Amr bin Ash kemudian melaksanakan isi surat itu dan mengirim kembali surat balasan yang berisi permohonan maaf karena telah menghukum Abdurrahman tidak di hadapan umum. Umar tidak mau menerima cara itu.
Mendapat perintah itu, Abdurrahman kemudian kembali ke Madinah sesuai perintah, yaitu dengan berjalan membungkuk. Dia begitu kelelahan ketika sampai di Madinah.
Tanpa memperhatikan kondisi putranya, Umar bin Khattab langsung menyuruh algojo untuk melaksanakan hukuman cambuk kepada putranya. Seorang sahabat sepuh, Abdurrahman bin Auf pun mengingatkan agar Umar tak melakukan hal itu.
"Wahai Amirul Mukminin, Abdurrahman telah menjalani hukumannya di Mesir. Apakah perlu diulangi lagi?" kata Abdurrahman bin Auf.
Umar pun tidak mau menghiraukan perkataan Abdurrahman bin Auf. Dia meminta Algojo segera melaksanakan penghukuman itu.
Kemudian, Umar mengingatkan kepada seluruh kaum muslim akan hadis Rasulullah tentang kewajiban menegakkan hukum, "Sesungguhnya umat sebelum kamu telah dibinasakan oleh Allah karena apabila di antara mereka ada orang besar bersalah, dibiarkannya, tetapi jika orang kecil yang bersalah, dia dijatuhi hukuman seberat-beratnya."
Abdurrahman lalu dicambuk berkali-kali di hadapan Umar. Dia pun meronta-ronta meminta tolong agar ayahnya mengurangi hukuman itu, tetapi Umar sama sekali tidak menghiraukan.
Bahkan, teriakan Abdurrahman semakin menjadi, dan mengatakan, "Ayah membunuh saya." Sekali lagi, Umar tidak menghiraukan perkataan anaknya.
Hukuman itu terus dijalankan sampai Abdurrahman dalam kondisi sangat kritis. Melihat hal itu, Umar hanya berkata, "Jika kau bertemu Rasulullah SAW, beritahukan bahwa ayahmu melaksanakan hukuman."
Akhirnya, Abdurrahman pun meninggal dalam hukuman. Umar sama sekali tidak menunjukkan kesedihan.
Usai hukuman terhadap Abdurrahman dijalankan, Umar melakukan pelacakan terhadap siapa saja penyebar khamr. Tidak hanya peminum, bahkan sampai penjual khamr pun mendapat hukuman yang berat.
KISAH ALI BIN ABU THALIB
Ali bin Abi Thalib sudah kita ketahui bahwa beliau adalah anak dari
pamannya Nabi Muhammad Saw, yaitu Abu Thalib bin Abdul Muthalib. Sebelum
Muhammad diangkat menjadi Rasulullah, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang
pertama kali masuk Islam sejak kecil, kira-kira umur beliau terpaut 12 tahun
lebih muda dari Rasulullah Saw. dan beliau juga merupakan sepupu dan sahabat
serta sekaligus menantu Rasulullah Saw dengan menikahi anaknya yaitu Fatimah
Az-Zahra.Tidak heran jika beliau memiliki kepribadian dan berakhlak yang mulia, karena sejak kecil Ali bin Abi Thalib sangat dekat dengan Rasulullah Saw. Bukan itu saja beliau juga adalah seorang sahabat yang telah dijamin oleh Allah Swt. masuk surga.
Ali adalah orang shaleh, adil dalam segala hal, tegas dalam segala urusan, ahli dalam bidang kemiliteran dan mampu menggunakan alat-alat perang terutama dakam meenggunakan pedang. Karena kepandaiannya itu banyak orang-orang kafir Quraisy yang mati di ujung pedangnya dalam peperangan.
Ketika Usman bin Affan menjadi Khalifah menggantikan Khalifah Umar bin Khattab ra. Ali bin Abi Thalib menyetujuinya, tetapi tidak suka dengan kebijaksanaan dalam jabatan-jabatan yang selalu mementingkan atau mengutamakan keluarga Usman dan bukan diberikan kepada orang-orang yang mampu menduduki atau orang yang memiliki kemampuan dalam hal menjabat suatu jabatan dalam pemerintahan.
Kematian Khalifah Usman bin Affan ditangan pemberontak membuat pusat pemerintahan Islam di Madinah tidak menentu dan disamping itu para pemberontak masih berkeliaran baik dari Mesir, Kuffah, dan Basrah. Dalam keadaan seperti ini penduduk Madinah terbagi menjadi tiga golongan.
- Golongan yang pertama. Golongan pemberontak yang membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah menggantikan Usman bin Affan dan beberapa sahabat yang ikut membaiat karena takut kepada pemberontak, yaitu Talhah dan Zubeir.
- Golongan kedua. Golongan yang menuntut kematian Usman bin Affan yaitu dari keluarga Umayyah yang dipimpin oleh Gubernur Syam (Irak).
- Golongan ketiga. Golongan yang menentang pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, karena tidak disetujui oleh umat Islam secara utuh. Golongan ketiga ini dipimpin oleh Aisyah dan dibantu olen Talhah serta Zubeir.
Ketika Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai khalifah yang ke empat yang sebelumnya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra, Umar bin Khattab ra, dan Usman bin Affan ra. Dalam kepemimpinannya banyak hal-hal yang beliau perbuat, seperti:
1. Mengganti seluruh pejabat dan gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman bin Affan. Para sahabat ada yang telah memberikan nasehat agar tindakan itu jangan dilakukan, karena menurut mereka pemerintahn Ali belum kuat. Akan tetapi nasehat itu tidak didengar, malah beliau tetap ingin mengganti para pejabat dan gubernur yang sudah ada.
2. Mengambil kembali tanah-tanah yang dulu pernah dibagi-bagikan pada masa pemerintahan khalifah Usman bin Affan.
3. Memerangi para pemberontak
.Ali bin Abi Thalib telah memecat para gubernur yang telah diangkat oleh Umar dan salah satunya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Irak, tetapi Muawiyah tidak mau mempersiapkan tentaranya untuk menghadapi khalifah Ali. sedangkan Ali bin abi Thalib sudah mempersiapkan pasukannya untuk memerangi Muawiyah.
Ketika akan berangkat ke Irak terdengar bahwa di Mekkah telah terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Aisyah, Talhah dan Zubeir. Maka tentaranya terlebih dahulu diarahkan ke Mekkah untuk memadamkan pemberontakan disana yang terjadi pada tahun 36 H/657 M. yang telah menguasai Basrah. Peperangan antara Ali dan Aisyah dikenal dengan nama "Perang Berunta" tentara-tentara pemberontak dipimpin oleh Aisyah (istri Nabi Saw). Sedangkan tentara Ali dipimpin oleh beliau sendiri.
Perang berunta itu dimenangkan oleh Ali. pada peperangan tersebut Zubeir dan Talhah sebagai pendukung Aisyah tewas, sedangkan Aisyah dibiarkan tetap hidup dan dikembalikan ke Mekkah dengan segala kehormatan sebagaimana layaknya menghormati istri Nabi Saw. dan sekaligus sebagai mertuanya.
Setelah pemberontakan di Mekkah dapat di atasi kemudian pasukan yang dipimpin Khalifah Ali bin Abi Thalib segera berangkat ke Irak untuk memerangi Muawiyah. Peperangan ini dikenal dengan perang Siffin. Peperangan yang melibatkan antara Ali dan Muawiyah. Perang antara dua keturunan antara Bani Hasyim dan Bani Umayah. Perang besar yang sama-sama bertujuan untuk keluhuran agama Islam, perang yang sebelumnya telah diramalkan oleh Rasulullah Saw dahulu dan perang ini juga sebagai pertanda akan terjadi perpecahan umat Islam dalam beberapa golongan atau aliran, serta perang besar ini juga sebagai tanda-tanda kiamat kecil. Peperangan ini terjadi setelah perang Jamal. Peperangan ini disebutg perang Siffin, karena pertempurannya terjadi di Siffin, sebelah barat sungai Effrat. Dalam peperangan ini Muawiyah kalah dan hendak melarikan diri. tetapi Amr bin Ash yang ada dipihak Muawiyah mengangkat Al-Quran setinggi-tingginya untuk damai dan ia mengatakan bahwa umat Islam tidak pantas berperang melawan sesama saudaranya (umat Islam) sendiri.
Ali bin Abi Thalib mendengar hal itu kemudian menghentikan peperangan dan sebagian lagi tidak setuju, karena kemenangan sudah hampir diperoleh. Kedua belah pihak setuju untuk mengadakan perdamaian. Masing-masing mengutus dari pihak Ali diutus Musa Al Asy'ari sahabat Nabi yang warok dan shaleh. Sedangkan dipihak Muawiyah mengutus Amir bin Ash.
Dalam musyawarah itu pihak Ali kalah atas kelicikan Amr bin Ash. Amr berjanji akan sama-sama menurunkan diri dari jabatan kekhalifaan dan Muawiyah menurunkan diri dari jabatan sebagai gubernur, lalu umatlah yang selanjutnya akan memilih siapa yang skan menduduki jabatan tersebut. Pada kesempatan itu Abu Muasa berpidato terlebih dahulu untuk menurunkan Khalifah Ali. Kemudian Amr bin Ash berkata, bahwa ia setuju Ali diturunkan dari kekhalifaan dan hal ini diumumkan kepada orang banyak. Kemudian Amr bin Ash berkat, bahwa ia juga telah menurunkan Muawiyah dari gubernur dan langsung mengangkatnya sebagai khalifah. Selanjutnya mereka tidak mau melanjutkan perang. Muawiyah kemudian mengirim Amr bin Ash untuk memerangi para gubernur yang diangkat olen Ali. Amr bin Ash berhasil membunuh gubernur Mesir, yaitu Muhammad bin Abi Bakar. Kemudian Amr bin Ash diangkat oleh Muawiyah sebagai gubernur Mesir dan kemudian memberontak kepada Ali.
Tentara khalifah Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju peperangan dihentikan, lalu berbalik kebelakang untuk memberontak. Golongan yang tidak setuju ini adalah awal dari nama Khawrij yang di dalam Al-Quran dijuluki Allah Subhanahu wa ta'ala sebagai "Anjing-Anjing Neraka. Orang-orang Khawarij kemudian berniat akan membunuh Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Ash. Karena mereka menganggap ketiga orang ini adalah sumber dari tidak tenteramnya umat Islam.
Orang-orang Khawarij, seperti Ibnu Muljam berhasil membunuh Ali di Kuffah pada 17 Ramadhan tahun 40 H. Sedangkan Al Barah gagal membunuh Muawiyah dan Umar bin Bakir juga gagal membunuh Amr bin Ash. Setelah Khalifah Ali bin Abi Thalib wafat, kekhalifaan diduduki oleh anaknya, yaitu Hasan pada tahun 40 H. Karena tidak setuju, kemudian Muawiyah menyiapkan pasukannya untuk memerangi Hasan. Hasan mendengar hal itu. ia berusaha mengumpulkan pasukan, tetapi tidak berhasil. Dan akhirnya Hasan dan pengikutnya mundur ke Madain. Di Madain antara Muawiyah dan Hasan mengadakan perjanjian yang isinya antara lain.
1. Hasan rela tidak menjadi khalifah karena memelihara darah umat Islam.
2. Muawiyah jangan lagi mencaci maki ayahnya diatas mimbar.
3. Setelah Muawiyah nanti kursi kekhalifaan diserahkan pengangkatannya kepada umat Islam.
Ketika Rasulullah S.A.W. sedang shalat, Uqba bin Muayt
datang menghampiri Rasulullah S.A.W. dengan sebuah tali. Pada saat itu
Rasulullah S.A.W. sedang bersujud. Dengan sigap Uqba melempar talinya
melingkari leher Rasulullah S.A.W. dan mencekiknya hingga Rasulullah S.A.W.
merintih “aaaakkkhhhh” karena kesakitan.
Kejadian ini disaksikan para sahabat dan orang-orang
Quraisy yang ada disana. Beruntunglah Abu Bakar As Saddiq R.A. lewat. Ketika
dia melihat Uqba bin Abi Muayt mencekik Rasulullah S.A.W., dia berlari dan
mendorong Uqba bin Abi Muayt untuk menyelamatkan Rasulullah S.A.W. Kemudian Abu
Bakar membacakan ayat: “Apakah kamu akan membunuh seorang laki-laki karena dia
menyatakan: "Tuhanku ialah Allah” (Q.S. Al-Mu’min:40)
Abu Bakar berkata "Apakah alasan kau membunuhnya
hanya karena dia berkata Aku beriman pada Allah yang satu? Dan dia tidak hanya
mengaku-ngaku, tapi dia juga punya banyak buktinya. Jika dia berbohong, maka
hidupnya akan runtuh. Kau tidak perlu mengurusnya. Tapi jika dia bicara jujur
dan dia benar-benar Rasul Allah, apapun yang dijanjikan kepadamu, akan datang
padamu."
Pernyataan ini telah diucapkan seseorang yang hidup di
zaman Musa A.S. Ketika Fir’aun menyuruh tentara-tentaranya untuk membunuh Musa
A.S., ada seseorang dari keluarga Fir’aun yang menyembunyikan keimanannya. Dia
mengucapkan pernyataan ini untuk melawan Fir’aun. Dia berkata “Apakah kau akan
membunuh Musa A.S. hanya karena dia berkata “Aku beriman pada Allah yang satu?”
Jadi Abu Bakar As Saddiq R.A. mengucapkan hal yang
sama kepada Uqbah. Apakah kau akan membunuh Rasulullah S.A.W.. hanya karena dia
berkata “Aku beriman pada Allah yang satu?” Pada suatu hari, Ali R.A. sedang
memberikan ceramah, dan dia berkata kepada para hadirin “Siapa orang yang
paling kuat?” Orang-orang berkata “Engkau adalah yang paling kuat.” Mereka berpikir
begitu karena Ali R.A. selalu siap untuk bertarung melawan umat Muslim. Dia-lah
pahlawan pada perang Khaybar. Bayangkanlah, Ali pernah menggunakan pintu kastil
sebagai tameng pada perang Khaybar!Bayangkan betapa kuatnya dia. Jadi
orang-orang mengatakan bahwa Ali R.A. adalah orang yang paling kuat.
Ali R.A. berkata “Aku siap bertarung dengan
orang-orang yang menantangku, Meskipun begitu, Abu Bakar As Saddiq R.A. akan
melawan siapapun yang menantang Rasulullah S.A.W. Dia lebih kuat daripada aku.”
Abu Bakar
adalah orang yang paling berani dalam umat ini setelah Rasulullah S.A.W.
Seseorang dapat melihat kekuatan hatinya pada perang Badar, Uhud, Parit,
Hudaibiyah, dan Hunain. Semua ini cukup untuk membuktikan ketabahan,
keteguhannya, dan menguatkan seluruh umat Islam ketika tragedi terbesar menimpa
umat Islam, yaitu wafatnya Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam.
UTSMAN
BIN ‘AFFAN HARTAWAN YANG TERKENAL DERMAWAN
“Seseungguhnya
para Sahabat Rasulullah itu Laksana Bintang, Siapa saja Yang mengikutinya Akan
memperoleh petunjuk”Semua orang sudah mengenal bahwa Utsman Bin ‘Affan
adalah salah seorang sahabat Nabi yang terkemuka dan terpandang, seorang
saudagar yang kaya raya. Kakayaannya melimpah. Ia memiliki kekayaan itu dari
hasil perniagaannya yang sukses. Dari hartanya yang melimpah itu sebagian
beliau sisihkan untuk kepentingan perjuangan Islam dan menolong orang-orang
fakir miskin yang sangat membutuhkan perhatian.Pada suatu ketika Rasulullah
saw. sangat membutuhkan bantuan untuk suatu keperluan dakwah. Beliau berpikir
keras bagaimana memperoleh dana untuk itu. Setelah lama berpikir Beliau
teringat akan Sahabat Utsman Bin ‘Affan. Lalu Rasul pun memanggil Utsman Bin
‘Affan. Kata Beliau, “Wahai Utsman, aku sengaja memanggilmu kemari karena ada
suatu keperluan yang sangat penting.”“Apa itu, ya Rasulullah?” tanya Utsman Bin
‘Affan.“Kita mempunyai hajat besar yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Kita perlu biaya yang cukup besar untuk membiayai perang.” jelas
Rasulullah.“Kalau begitu aku siap menanggung biaya sepertiganya, ya
Rasulullah.” jawab Utsman.“Alhamdulillah, mudah-mudahan Allah
memberkatimu.” kata Rasulullah. “Kita secepatnya mengadakan
persiapan!”Peperangan itu adalah peperangan menghadapi tentera Bizantium (Roma)
di Tabuk, oleh karenanya dinamakan perang Tabuk. Pasukan Bizantium memiliki
jumlah pasukan yang cukup besar dan peralatan perang yang lengkap. Dan pada
saat itu sedang musim panas yang suhunya sangat tinggi. Oleh karena itu
Rasulullah segera menyiapkan pasukan yang cukup besar dan perbekalan yang
cukup. Utsman Bin ‘Affan menyerahkan bantuan kepada Rasulullah. Abu Bakar
sebagai orang yang dipercaya menangani bantuan merasa sangat gembira atas
kedermawanan Utsman. Bantuan yang diberikan sangat besar yakni, 950 ekor unta
dan 50 ekor kuda, serta uang tunai 1000 dinar. Uang 20 dinar pada waktu itu
setara dengan 5 ekor unta atau 40 ekor domba atau 10 katung gandum. Dapat
dibayangkan, betapa besar pengorbanannya. Kita juga bisa membanyangkan berapa
nilai uang itu jika dihargakan dengan uang sekarang. Beliau tidak ragu-ragu dan
tidak pelit terhadap harta benda miliknya untuk disumbangkan di jalan
Allah.Meskipun Utsman seorang yang kaya raya, namun Beliau menjalani hidupnya
dengan sederhana dan tidak bermegah-magahan. Beliau meniru pola hidup Rasulullah,
Abu Bakar dan Umar Bin Khathab yang sangat sederhana, kedua sahabat itu juga
nyatanya adalah orang kaya. Utsman tidak segan-segan menyedekahkan harta
kekayaannya untuk dibagi-bagikan kepada kaum fakir miskin.Peristiwa yang hampir
sama terulang kembali, ketika Khalifah Abu Bakar menghadapi masa-masa kritis.
Saat itu di tanah Hijaz dilanda kelaparan, tanaman gandum tidak bisa dipanen,
karena rusak. Sehingga Khalifah merasa kewalahan memikirkan jalan keluarnya,
bagaimana agar rakyatnya terhindar dari bahaya kelaparan, sebab persediaan
bahan makanan di Baitul Maal sudah sangat tipis dan tidak mencukupi
kebutuhan.Berita tersebut sampai ke telinga Utsman Bin ‘Affan. Ketika itu harta
niaganya telah sampai di Syam, yakni rombongan besar, 1000 ekor unta, yang membawa
muatan gandum dan bahan makanan lainnya. Para pedagang perantara di Madinah
segara mendatangi rumah Utsman untuk mengadakan transaksi dagang. Maka Beliau
menemui mereka.. Beliau bertanya dan mereka menjawab, “Kami dengar bahwa
dagangan Anda sudah sampai dari Syam, silahkan jual kepada kami, untuk
dibagi-bagikan kepada orang-orang yang fakir dan miskin!” kata pedagang itu.
Beliau bertanya dan mereka menjawab, “Kami dengar bahwa dagangan Anda sudah
sampai dari Syam, silahkan jual kepada kami, untuk dibagi-bagikan kepada
orang-orang yang fakir dan miskin!” kata pedagang itu.“Berapa kalian berani
memberi keuntungan atas harga pokok di Syam?” tantang Utsman.“Dua belas
berbanding sepuluh.” jawab mereka.“Silahkan tambah.” kata Utsman.
“Lima belas banding sepuluh.” kata pedagang.“Silahkan tambah.” kata Utsman.“Kami ini juga saudagar, Anda tentu tahu, siapa yang berani menambah tawaran yang begitu tinggi dari harga tuan.” jawab mereka.Mendengar jawaban mereka, Utsman tersenyum dan berkata, “Demi Allah, kalian semuanya akan menjadi saksi, bahwa seluruh gandum dan bahan makanan yang dibawa kafilah dagang itu akan aku sedekahkan kepada orang-orang fakir dan miskin, juga orang yang memerlukannya di tanga Hijaz!” jelas Utsman Bin ‘Affan di hadapan para pedagang itu.Mendengar penjelasan itu, para pedagang sadar bahwa Utsman adalah seorang dermawan tulen. Lalu para pedagang itu berkata, “Semoga Allah meridhaimu, wahai Utsman. Memang kami perlu mencontoh budi baik itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar