Jatuhnya Kerajaan Banten ditangan VOC
Sultan
Ageng Tirtayasa berhasil membawa Banten mencapai puncak kejayaan. Dan dia
berhasil memajukan pertanian, memperluas wilayah kekuasaan dan berhasil
menyusun angkatan perang yang sangat disegani. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa
ini permusuhan antara VOC dan Bantensemakin bergejolak karena adanya perusakan
2 kapal Belanda yang dinilai terlalu memaksa untuk memonopolikan perdagangan di
Banten. Akibat hal itu membuat terus terjadinya konflik antara Banten dan VOC.
Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memperluas wilayahnya sehingga VOC mulai
terancam karena pengaruh Sultan Ageng Tirtayasa yang makin luas. Pada tahun
1655 VOC mengusulkan kepada Sultan banten agar melakukan Pembaharuan perjanjian
yang sudah hampir 10 tahun dibuat kakeknya di tahun 1645, tetapi Sultan Ageng
Tirtayasa dengan tegas bersikap tidak perlu melakukan pembaharuan selama pihak
VOC ingin menang sendiri.
Pada
akhir masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul konflik di dalam istana, Konflik ini VOC
dengan politik device et impera (politik adu domba). Konflik tersebut timbul
karena putra mahkota (Sultan Haji) diangkat menjadi pembantu ayahnya mengurus
urusan dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh ayahnya yaitu
Sultan Ageng Tirtayasa dan dibantu oleh putranya sendiri yaitu Pangeran Arya
Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan ini dimanfaatkan VOC untuk mendekati dan
menghasut Sultan haji untuk menjatuhkan Sultan Ageng Tirtayasa. Ambisi Sultan
Haji inilah yang menimbulkan konflik dengan ayahnya , yaitu Sultan Ageng
Tirtayasa. Dukungan Sultan haji kepada
VOC dikarenakan adanya pendekatan dan
penghasutan yang dilakukan oleh W. Caeff (wakil Belanda di Banten), karenanya
Sultan Haji mencurigai Sultan Ageng
Tirtayasa dan anaknya Sultan Arya Purbaya, sebab Sultan Haji takut dirinya
tidak bisa naik tahta di Kesultanan Banten karena masih ada Pangeran Arya
Purbaya. Akhirnya Sultan Haji meminta bantuan VOC dan menerima persyaratan yang
diajukan mereka.
Pada
taun 1680, Sultan Ageng Tirtayasa berniat untuk perang melawan VOC ketika para
pedagang Banten dianiaya. Namun sebelum perang dimulai muncul permasalahan
Sultan Haji ingin mengambil alih
kekuasaan. Kemudian Sultan Haji menawan Sultan Ageng di kediamannya. Sultan
Haji tidak setuju kepada Sultan Ageng yang menentang Belanda sehingga timbulah
perang saudara antar keduanya. Dan perangpun tidak dapat dihindari.
Sultan
Haji untuk memperkuat posisinya, dia mengirimkan 2 orang utusannya untuk
menemui raja Inggris di London pada tahun 1682 untuk mendapatkan dukungan dan
bantuan persenjataan dari raja Inggris tersebut.
Dalam
perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya dan pindah ke kawasan
yang disebut “Tirtayasa”. Namun pada tanggal 28 Desember kawasan ini dikuasai
oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng Tirtayasa bersama putranya yang lain
yaitu Pangeran purbaya dan Syekh Yusuf dri Makassar mundur ke arah selatan
Pedalaman Sunda. Sultan Haji menyuruh 52 orang keluarganya untuk membujuk
Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah berhasil dibujuk, Sultan Haji dan VOC
menggunakan tipu muslihat dengan mengepung iring – iringan Sultan Ageng
Tirtayasa menuju istana Surosowan pada tanggal 14 Maret 1683. Pangeran Purbaya
dan Syekh Yusuf berhasil lolos. Namun Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap
oleh artileri Belanda dan kemudian ditahan di banten lalu dipindahkan ke
batavia sampai meninggal pada tahun 1692. Sementara VOC terus mengejar dan
berusaha memathkan perlawanan pengikut dari Sultan Ageng yang masih berada pada
pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf.
Pada
tanggal 5 Mei 1683 VOC mengirim Untung Surapati yang mempunyai pangkat Letnan
beserta pasukan Balinya untuk bergabung dengan pasukan pimpinan Letnan Johannes
Maurits Van Happel menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur, dimana pada
tanggal 14 Desember 1683 gabungan pasukan tersebut berhasil menawan Syekh
Yusuf. Pangeran Purbaya menyerahkan diri karena terdesak dengan situasi dan
kondisi yang ada. Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan Ruisj
untuk menjemput Pangeran Purbaya. Pada saat perjalanan membawa Pangeran Purbaya
ke Batavia mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin oleh Willem
Kuffeler, dan terjadi pertikaian antara Untung Surapati dengan pasukan VOC yang dipimpin Willem Kuffeler. Puncak
pertikaian antara mereka berdua yaitu pada tanggal 28 Januari 1683. Untung
Surapati beserta pengikutnya menghancurkan pos pasukan Willem Kuffeler. Akibat
menghancurkan pos pasukan Willem
Kuffeler, Untung Surapati dan pasukannya menjadi buronan VOC . Akibat dari
pertikaian antara mereka berdua membuat perjalanan Pangeran Purbaya sampai di
Batavia memakan waktu yang lama yaitu pada tanggal 7 Februari 1684 Pangeran
Purbaya baru sampai di Batavia.
Sultan
haji membayar VOC karena telah mau memberikan bantuan dan dukungan kepadanya,
sehingga Sultan Haji berhasil memenangkan peperangan. Sultan Haji membayara VOC
dengan memberikan kompensasi kepada VOC diantaranya : Pada tanggal 12 Maret
1682, wilayah lampung diserahkan kepada VOC
seperti yang tertera pada surat yang diberikan Sultan Haji kepada VOC seperti yang tertera pada surat yang diberikan
pada Sultan Haji kepada mayor Issac de
Saint Martin, Admiral kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten.
Surat tersebut kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian yaitu pada tanggal 22
Agustus 1682 sehingga membuat VOC memperoleh hak monopoli perdagangan lada di
Lampung. Selain pada perjanjian 22 Agustus 1682 juga didasarkan pada perjanjian
tanggal 17 April 1684, Kesultanan Banten yang diwakili oleh Sultan Abdul Kahar,
Pangeran Dipaningrato, Kyai Suko tajuddin, Pangeran Natanagara, dan Pangeran
natawijaya dengan VOC diwakili oleh Komandan dan Presiden komisi Francols Tack,
kapten Herman Dirkse Wonderpoel, Evenhart Van der schuer, serta kapten Bangsa Melayu
Wan Abdul Bagus. Perjanjian tersebut berisi bahwa Sultan Haji Harus mengganti
kerugian perang kepada VOC. Akibat dari perjanjian tersebut maka lenyaplah
kejayaan dan kemajuan Kesultanan Banten karena ditelan monopoli dan penjajahan
VOC dan Kerajaan Banten berada diambang keruntuhan.
Penderitaan
rakyat semakin berat karena rakyat dipaksa untuk menjual hasil pertaniannya,
terutama pada lada dan cengkih kepada VOC melalui pegawai Kesultanan yang
ditunjuk dengan harga yang sangat rendah. Sultan hanya seolah – olah pegawai
VOC dalam hal pengumpulan lada dari
rakyat. Sultan harus membayar biaya perang pedagang – pedagang Inggris,
Perancis, dan Denmark diusir karena telah membantu Sultan Ageng Tirtayasa dalam
perang saudara lalu.
Setelah
Banten diambang kehancuran, Sultan Haji yang memegang kekuasaan . Pada masa
Kekuasaannya Banten semakin porak –
poranda dengan maraknya kerusuhan, pemberontakan, pembunuhan, perampokan dan kekacauan di berbagai bidang sering
terjadi dimana – mana. Pada masa pemerintahan Sultan Haji, sebagian rakyat
tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan, sehingga kehidupan Sultan haji
selalu gelisah dan ketakutan. Dia menyesal karna telah memberi perlakuan yang
buruk kepada ayahnya sendiri, saudara, sahabat dan prajurit – prajurit yang
setia. VOC yang dulu dianggap shabat dan pelindunnya, akhirnya menjadikan
Sultan Haji sebagai budaknya karena dia harus menuruti semua keinginan VOC.
Karena tekanan akhirnya Sultan Haji jatuh
sakit dan meninggal dunia pada tahun 1687. Setelah meninggalnya Sultan Haji,
VOC mulai memegang kekuasaan di Kesultanan Banten. Setelah banten dikuasai oleh
VOC , kemudian VOC menetapkan aturan yaitu pengangkatan para Sultan Banten
harus mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia – Belanda di Batavia.
Setelah Banten dikuasai VOC , kemudian VOC menunjuk Sultan Abu Fadhl Muhammad
Yahya diangkat sebagai Sultan untuk menggantikan Sultan Haji. Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya berkuasa selama 3 tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya
yaitu Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Abidin
dan kemudian dikenal dengan gelar “Kang Sinuhun Ing Nagari Banten”.
Perang
saudara yang berlangsung di Banten meninggalkan ketidakstabilan pemerintahan di
masa selanjutnya. Konflik antara penguasa Banten maupun gejolak ketidakpuasan
masyarakat Banten, atas ikut campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan
rakyat kembali memuncak pada akhir pemerintahan Sultan Abdul Fathi Muhammad
Syifa Zainul Arifin diantaranya perlawanan Ratu bagus dan Kyai Tapa, yaitu pada
tahun 1751 dengan pasukan 7000 orang dipimpin oleh ratu bagus dan Kyai Tapa
melakukan serangan terhadap titik pertahanan VOC. Namun karena persenjataan
tidak seimbang membuat Ratu bagus dan Kyai Tapa mengalami kekalahan. Akibat
konflik yang berkepanjangan di Banten, Sultan Banten kembali meminta bantuan
VOC dalam meredam beberapa perlawanan rakyatnya, sehingga sejak 1752 Banten
telah menjadi Vassal dari VOC.
Sumber : Sejarah SMA/MA Kelas X.
Kemdikbud
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar